Minggu, 24 Juli 2011

Hidup itu Indah

Hari itu seorang wanita awal tiga puluh tahunan berfikir untuk mengakhiri hidupnya. Dirinya merasa dipeluk mendung tebal dan seakan tak akan bisa melihat sinar cerah lagi. Ia mulai memikirkan dengan cara apa dirinya bisa menutup mata secara anggun. Gantung diri jelas tidak mungkin sebab lidahnya bakal keluar dan itu mengerikan. Sementara menceburkan diri ke sungai hanya akan membuat tubuhnya pucat berantakan apalagi jika ditambah dengan tercabik akar pohon yang terbawa arus. Ditenggaknya air putih yang telah ditetesi obat yang didapatnya dari toko. Kepalanya mulai berat.

Sepagi ini secangkor kopi hangat dihidangkan lelaki yang selalu mencintainya, yang telah tujuh tahun bersamanya. Lelaki membosankan itu tiba-tiba saja terlihat pucat, sangat pucat.
"Kenapa dengan Mas?"
"Hanya sedikit kelelahan," tukasnya sambil tersenyum dan menyeruput coklat hangat.
"Begitu ya, kalau begitu istirahatlah, terimakasih untuk coklatnya." Wanita itu memaksakan senyum pada ayah dari kedua anaknya yang terasa tak pernah bosan menjadi manusia membosankan.
"Ma, mungkin saat ini aku belum bisa membahagiakanmu, jika kau ingin bersama yang lain tidak akan aku ijinkan. Sebab aku telah berjanji pada Tuhan akan membawamu jika kelak dimasukkannya dirinku ke Firdaus. Kau lah kekasih abadiku jika saat itu tiba"
"Tapi jika aku tak bisa membawamu kesana, aku telah meminta padaNya agar dijadikannya aku kendaraanmu untuk melewati jembatan yang paling tajam itu. Jadi tetaplah disisiku untuk satu kehidupan ini saja agar aku bisa meraup semua dukamu di hari itu, dan bisa kupanggulkan sedikit kebahagiaanku di bahumu."


Setitik air menetes di bibir wanita muda yang terbaring di kamar putih, merembes dari pipi lelakinya yang memandangi monitor dengan mata kuyu.


"Bagaimana bisa kuinginkan lelaki lain sementara lelakiku lebih mencintaiku daripada siapapun di dunia ini."

0 komentar:

Posting Komentar

 

blogger templates | Make Money Online